Menjelang wafatnya, Rasulullah Saw bersabda kepada para sahabat, “Wahai kaun muslimin! Aku adalah nabi, pemberi nasehat dan penyeru kepada Agama Allah bagimu. Aku laksana saudara, dan laksana ayah yang welas asih. Jika ada orang yang pernah kusakiti maka berdirilah dan balaslah yang sepadan sebelum aku dibalas pada hari kiamat nanti.”
Tidak ada seorangpun yang berdiri. Tiba tiba seorang sahabat bernama Akasyah berdiri. Ia berdiri dihadapan nabi Saw, “Wahai Rasul, dulu aku pernah bersama mu dalam perang badar. Untaku mengikuti untamu. Ketika aku mendekatimu, Kau pukul untamu agar berlari kencang. Namun ternyata pukulan itu mengenaiku. Aku tidak tahu apakah itu Kau sengaja memukulku ataukah memang Kau ingin memukul unta?”
Rasulullah berkata, “Wahai Bilal, pergilah ke rumah fatimah dan ambillah cambukku. Lalu Bilal pun berangkat dengan hati yang sedih. Sesampai di rumah Fatimah, Bilal mengetuk pintu.
“Siapa diluar?” tanya fatimah.
“Aku, Bilal. Aku datang untuk mengambil cambuk Rasulullah,” jawab Bilal.
“Apa yang akan dilakukan oleh ayahku?”
“Fatimah, ayahmu menyerahkan dirinya untuk di qishash.”
“Bilal… siapa yang tega hendak mengqishash ayahku?”
“Akasyah.”
Bilal mengambil cambuk dari rumah Fatimah. Ia masuk ke masjid dan menyerahkan cambuk itu kepada Akasyah. Orang orang hanya terdiam menahan sedih yang tiada terkira. Dalam keadaan sakit keras dan hendak menemui ajal seperti itu, Rasulullah Saw akan diqishash oleh sahabatnya sendiri. Betapa teganya dia. Melihat yang demikian ini, dua sahabat nabi yaitu Abu Bakar dan Umar berdiri dan berkata, “Akasyah! Kami berada di hadapanmu. Qishash saja diri kami sebagai pengganti rasulullah.”
“Duduklah kalian berdua.” Perintah Rasulullah Saw.
Ali pun berdiri dan berkata, “Akasyah… seumur hidup aku selalu berada dihadapan Rasulullah Saw, aku tidak rela kamu mengqishash diri Rasulullah Saw. Ini punggungku. Ini dadaku. Cambuklah aku sebagai ganti rasulullah.”
“Duduklah kau Ali.”
Hasan dan Husin pun kemudian berdiri dan berkata, “Akasyah, kamu tahu bahwa kami adalah dua cucu Rasul. Maka mengqishash kami sama saja dengan mengqishash rasulullah Saw. Maka qishash lah kami.”
“Duduklah kalian wahai permata hatiku.” Jawab rasulullah.
“Akasyah, cambuklah aku sebagai balasannya.” Pinta Rasul segera.
“Wahai Rasulullah, ketika engkau mencambukku, aku dalam keadaan tidak berbaju. Maka tanggalkanlah bajumu agar keadaanmu seperti keadaanku dahulu.”
Rasulullah Saw menanggalkan bajunya. Setelah Akasyah melihat putihnya tubuh Rasulullah, ia segera memeluk dan menciumi tubuhnya seraya berkata, “Wahai rasul, siapakah orang yang tega mengqishash-mu? Aku lakukan ini semua agar aku bisa memeluk dan menciumi tubuhmu. Dengan demikian tubuhmu akan menyatu dengan tubuhku sehingga Allah akan menjagaku dari api neraka karena kemuliaan tubuhmu.”
Rasulullah Saw bersabda, “Tidaklah kalian ingin tahu penduduk Surga? Lihatlah orang ini!” semua orang yang hadir disitu berdiri dan menciumi Akasyah seraya berkata, “Alangkah berbahagialah engkau. Engkau memperoleh derajat yang tinggi karena cintamu kepada Rasulullah SAW.”
Tidak ada seorangpun yang berdiri. Tiba tiba seorang sahabat bernama Akasyah berdiri. Ia berdiri dihadapan nabi Saw, “Wahai Rasul, dulu aku pernah bersama mu dalam perang badar. Untaku mengikuti untamu. Ketika aku mendekatimu, Kau pukul untamu agar berlari kencang. Namun ternyata pukulan itu mengenaiku. Aku tidak tahu apakah itu Kau sengaja memukulku ataukah memang Kau ingin memukul unta?”
Rasulullah berkata, “Wahai Bilal, pergilah ke rumah fatimah dan ambillah cambukku. Lalu Bilal pun berangkat dengan hati yang sedih. Sesampai di rumah Fatimah, Bilal mengetuk pintu.
“Siapa diluar?” tanya fatimah.
“Aku, Bilal. Aku datang untuk mengambil cambuk Rasulullah,” jawab Bilal.
“Apa yang akan dilakukan oleh ayahku?”
“Fatimah, ayahmu menyerahkan dirinya untuk di qishash.”
“Bilal… siapa yang tega hendak mengqishash ayahku?”
“Akasyah.”
Bilal mengambil cambuk dari rumah Fatimah. Ia masuk ke masjid dan menyerahkan cambuk itu kepada Akasyah. Orang orang hanya terdiam menahan sedih yang tiada terkira. Dalam keadaan sakit keras dan hendak menemui ajal seperti itu, Rasulullah Saw akan diqishash oleh sahabatnya sendiri. Betapa teganya dia. Melihat yang demikian ini, dua sahabat nabi yaitu Abu Bakar dan Umar berdiri dan berkata, “Akasyah! Kami berada di hadapanmu. Qishash saja diri kami sebagai pengganti rasulullah.”
“Duduklah kalian berdua.” Perintah Rasulullah Saw.
Ali pun berdiri dan berkata, “Akasyah… seumur hidup aku selalu berada dihadapan Rasulullah Saw, aku tidak rela kamu mengqishash diri Rasulullah Saw. Ini punggungku. Ini dadaku. Cambuklah aku sebagai ganti rasulullah.”
“Duduklah kau Ali.”
Hasan dan Husin pun kemudian berdiri dan berkata, “Akasyah, kamu tahu bahwa kami adalah dua cucu Rasul. Maka mengqishash kami sama saja dengan mengqishash rasulullah Saw. Maka qishash lah kami.”
“Duduklah kalian wahai permata hatiku.” Jawab rasulullah.
“Akasyah, cambuklah aku sebagai balasannya.” Pinta Rasul segera.
“Wahai Rasulullah, ketika engkau mencambukku, aku dalam keadaan tidak berbaju. Maka tanggalkanlah bajumu agar keadaanmu seperti keadaanku dahulu.”
Rasulullah Saw menanggalkan bajunya. Setelah Akasyah melihat putihnya tubuh Rasulullah, ia segera memeluk dan menciumi tubuhnya seraya berkata, “Wahai rasul, siapakah orang yang tega mengqishash-mu? Aku lakukan ini semua agar aku bisa memeluk dan menciumi tubuhmu. Dengan demikian tubuhmu akan menyatu dengan tubuhku sehingga Allah akan menjagaku dari api neraka karena kemuliaan tubuhmu.”
Rasulullah Saw bersabda, “Tidaklah kalian ingin tahu penduduk Surga? Lihatlah orang ini!” semua orang yang hadir disitu berdiri dan menciumi Akasyah seraya berkata, “Alangkah berbahagialah engkau. Engkau memperoleh derajat yang tinggi karena cintamu kepada Rasulullah SAW.”
0 Response to "Memeluk Sang Kekasih"
Posting Komentar