Seorang bocah pengamen tanpa alat musik apapun, termasuk tepukan tangan. Kira-kira berusia 10 tahun.
Aku senang memandanginya, dia tidak seperti anak-anak jalanan kebanyakan. Kotor, bau, dan menyanyi seadanya. Ada hal unik dalam dirinya, pakaiannya bersih, memakai sandal, rambutnya jatuh tidak klimis, dan kuku tangan dan kakinya pun bersih. Seperti anak rumahan. Ibunya sungguh merawatnya, pikir ku malam itu.
Satu hal yang menjadi perhatianku, ternyata anak tersebut kurang normal. Gaya menyanyinya dieja kata perkata dengan berusaha sekuat tenaga agar apa yang diucapkannya jelas terdengar. Rupanya lirik sholawat badar menjadi lagu favoritnya. Beberapa penumpang senyum-senyum simpul memandangnya. Jujur, aku pun ingin tertawa lebar. Aku berusaha menahan tawaku dengan mengalihkan pandangan ke luar jendela.
Setelah selesai menyanyi, ternyata masih ada satu hal yang dia lakukan. Dia memberi nasihat kepada kami tentang manfaatkan lima perkara sebelum lima perkara. Subhanallah, dia membawakannya dengan penuh semangat, penuh percaya diri dan sangat sungguh-sungguh. Tanpa malu, meskipun tidak sedikit penumpang yang tersenyum simpul. Masya Allah, dia mendoakan kami semua. Hatiku begitu lapang mendengarnya. Beda rasanya ketika yang berdoa adalah panitia masjid yang memang ada maksud ingin meminta sumbangan. Anak itu begitu polos.
Seperti biasanya, anak-anak pengamen akan meminta bayaran atas hiburan yang sudah mereka persembahkan. Tidak kecuali dia. Dia memulainya dari kursi depan samping Pak Supir. Satu dua orang telah terlewati tanpa memberi apa-apa. Alhamdulillah orang ketiga telah memberinya uang. “Makasih Pak, semoga rizkinya nambah ya Pak” spontan anak itu mendoakan sang Bapak. Masya Allah bergetar hati saya. Dia terus mendoakan setiap penumpang yang memberinya uang. Penumpang yang memberi hanya mampu berucap amin sambil menggangguk disertai senyuman.
Biasanya saya selalu menyeleksi setiap ada pengamen bis kota, minimal melihat tampang dan kesungguhan mereka dalam menyanyi. Sudah menjadi rahasia umum bahwa pengamen anak-anak adalah mereka yang dimanfaatkan oleh orangtua untuk mencari nafkah. Itulah salah satu usaha saya untuk mengurangi maraknya anak jalanan. Tapi tidak untuk bocah itu. Tangan saya pun ringan memberinya uang, dan saya niatkan untuk bersedekah. Saya pun tidak terlewatkan dari do’anya.
Sungguh banyak hikmah yang dapat saya ambil. Bocah itu telah mengingatkan banyak hal kepada saya. Kesungguhan dalam bekerja untuk mencari rizki tanpa malu yang penting halal, usaha untuk melakukan kebaikan dapat dilakukan di mana saja dan oleh siapa saja, dan lapangnya dada kita untuk menebar do’a kepada siapa saja. Semoga Allah memberikan Rahmat dan perlindungan Nya kepada bocah itu dari kejahatan di malam hari. Amiin.
Source : Yusuf Mansur Network
Aku senang memandanginya, dia tidak seperti anak-anak jalanan kebanyakan. Kotor, bau, dan menyanyi seadanya. Ada hal unik dalam dirinya, pakaiannya bersih, memakai sandal, rambutnya jatuh tidak klimis, dan kuku tangan dan kakinya pun bersih. Seperti anak rumahan. Ibunya sungguh merawatnya, pikir ku malam itu.
Satu hal yang menjadi perhatianku, ternyata anak tersebut kurang normal. Gaya menyanyinya dieja kata perkata dengan berusaha sekuat tenaga agar apa yang diucapkannya jelas terdengar. Rupanya lirik sholawat badar menjadi lagu favoritnya. Beberapa penumpang senyum-senyum simpul memandangnya. Jujur, aku pun ingin tertawa lebar. Aku berusaha menahan tawaku dengan mengalihkan pandangan ke luar jendela.
Setelah selesai menyanyi, ternyata masih ada satu hal yang dia lakukan. Dia memberi nasihat kepada kami tentang manfaatkan lima perkara sebelum lima perkara. Subhanallah, dia membawakannya dengan penuh semangat, penuh percaya diri dan sangat sungguh-sungguh. Tanpa malu, meskipun tidak sedikit penumpang yang tersenyum simpul. Masya Allah, dia mendoakan kami semua. Hatiku begitu lapang mendengarnya. Beda rasanya ketika yang berdoa adalah panitia masjid yang memang ada maksud ingin meminta sumbangan. Anak itu begitu polos.
Seperti biasanya, anak-anak pengamen akan meminta bayaran atas hiburan yang sudah mereka persembahkan. Tidak kecuali dia. Dia memulainya dari kursi depan samping Pak Supir. Satu dua orang telah terlewati tanpa memberi apa-apa. Alhamdulillah orang ketiga telah memberinya uang. “Makasih Pak, semoga rizkinya nambah ya Pak” spontan anak itu mendoakan sang Bapak. Masya Allah bergetar hati saya. Dia terus mendoakan setiap penumpang yang memberinya uang. Penumpang yang memberi hanya mampu berucap amin sambil menggangguk disertai senyuman.
Biasanya saya selalu menyeleksi setiap ada pengamen bis kota, minimal melihat tampang dan kesungguhan mereka dalam menyanyi. Sudah menjadi rahasia umum bahwa pengamen anak-anak adalah mereka yang dimanfaatkan oleh orangtua untuk mencari nafkah. Itulah salah satu usaha saya untuk mengurangi maraknya anak jalanan. Tapi tidak untuk bocah itu. Tangan saya pun ringan memberinya uang, dan saya niatkan untuk bersedekah. Saya pun tidak terlewatkan dari do’anya.
Sungguh banyak hikmah yang dapat saya ambil. Bocah itu telah mengingatkan banyak hal kepada saya. Kesungguhan dalam bekerja untuk mencari rizki tanpa malu yang penting halal, usaha untuk melakukan kebaikan dapat dilakukan di mana saja dan oleh siapa saja, dan lapangnya dada kita untuk menebar do’a kepada siapa saja. Semoga Allah memberikan Rahmat dan perlindungan Nya kepada bocah itu dari kejahatan di malam hari. Amiin.
Source : Yusuf Mansur Network
0 Response to "Kisah Bocah Pengamen dan Sedekah"
Posting Komentar